Saat ini banyak orang yang membersihkan lantai atau mensucikan lantai dengan cara mengepel menggunakan kain yang telah dibasahi dengan air; sehingga membuat lantai yang mutanajjis merata ke mana-mana, demikian pula bila kita mengepel lantai gedung bertingkat.
1. Apakah hal ini tidak menjadikan lantai yang mutanajjis itu akan merata (najisnya) ke tempat-tempat yang semula tidak mutanajjis (samakah jika najisnya bersifat 'ainiyah/hukmiyah)?
2. Bagaimana cara mensucikan lantai gedung/rumah bertingkat yang terkena najis?
3. Jika dengan cara menyiram dengan air, maka air (mutanajjis) tersebut menetes ke lantai bawahnya yang telah suci, apakah hal ini dikatakan udzur?
4. Tembok-tembok, lantai-lantai bangunan yang baru selesai dibuat, apakah hukumnya berbeda-beda (lil atta'assur) dalam hal suci/ tidaknya (tembok-tembok lantai tersebut dibangun dengan matrial yang mutanajjis?
5. Dapatkah tahtohhur dengan diqiyaskan caranya yang dibolehkan di-istinja' (yaitu dengan selain air)
6. Apakah ada hadits lain, selain yang menceritakan seorang a'robiy yang kencing di masjid?
Jawaban:
1; 2; 3: Jika kita menemukan najis di lantai gedung bertingkat atau lainnya, maka yang pertama kali harus kita lakukan adalah membuat najis tersebut yang semula najis 'ainiyah menjadi najis hukmiyah, yaitu dengan jalan menghilangkan wujud, warna, bau dan rasa dari najis tersebut. Setelah menjadi najis hukmiyah, maka dengan mengalirkan air sedikit saja padanya sudah menjadi suci, sehingga air tersebut tidak harus meluap sampai ke lantai bawah.
Dasar pengambilan:
Kitab Is'adur Rafiq juz 1 hal. 83:
وَالْحُكْمِيَّةُ وَهِيَ مَالاَ يُدْرَكُ لَهَا عَيْنٌ وَلاَ وَصْفٌ كَبَوْلٍ جَفَّ لاَ رِيْحٌ لَهُ وَلاَ طَعْمٌ وَلاَ لَوْنٌ تَحْصُلُ إِزَالَتُهَا بِجِرْيِ الْمَاءِ الطَّهُوْرِ عَلَيْهَا مَرَّةً .
Najis hukmiyah yaitu najis yang tidak dapat dilihat wujud dan sifatnya seperti air kencing yang sudah kering yang tidak ada baunya, tidak ada rasanya dan tidak ada warnanya, maka menghilangkannya berhasil dengan mengalirkan air suci (tidak usah banyak) padanya sekali
4. Kita tidak perlu mempertanyakan apakah tembok bangunan itu najis atau tidak, karena materialnya mutanajjis; sebab tembok tersebut tidak kita pergunakan untuk shalat. Kalau toh kita bersandar ke tembok tersebut, sedang temboknya kering dan pakaian yang kita pakai juga kering, maka hukumnya tidak apa-apa meskipun material dari tembok tersebut mutanajjis.
Dasar pengambilan:
Kitab I'anatut Thalibin juz 1 hal. 98:
وَلاَ يَجْبُ اجْتِنَابُ النَّجِسِ فِيْ غَيْرِ الصَّلاَةِ .
Dan tidak wajib menjauhi najis pada selain shalat.
5. Tidak dapat, sebab najis yang dianggap suci dengan istinja' yang mempergunakan batu atau kertas tisu adalah apabila najis tersebut belum berpindah dari tempat keluarnya. Dan jika sudah berpindah dari tempat keluarnya, maka wajis disucikan dengan air, sebagaimana tersebut dalam syarat-syarat istinjak.
6. Saya belum mendapatkan selain hadits tersebut.